Keadaan Alam Serta Keiudupan Sosial Ekonomi Di Madura Pada Zaman Dahulu Kala
Pulau Madura terletak di sebelah Tirnur
Laut Pulau Jawa, pada titik 7° Lintang Utara/ 112414 Bujur Timur.
Panjang pulau Madura kurang lebih 190 KM. bias seluruhnya ± 5.305 KM2,
dan banyak pulau kecil di sekitarnya. Secara geologi pulau Madura
merupakan bagian dad unsur daratan utara pulau Jawa. Daerah mi merupakan
kelanjutan dad alur pegunungan kapur yang teletak di bagian Utara dan
Selatan lembah Solo. Bagian terbesar dari pulau Madura térdiri atas
perbukitan cadas yang tinggi dengan punggung-punggung kapur yang lebar.
Bukit-bukit bagian barat Madura jarang yang berketinggian Iebih dari 200
m, sedangkan puncak tertinggi di bagian timur Madura adalah gunung Gadu
314 m, gunung Marangan 398 m, dan gunung Tembuku 471 m. Iklim di Madura
bercirikan dua musim, yakni musim Barat atau musim Hujan dan musim
Timur atau musim Kemarau.
Namun curah hujan tertinggi di
pulau tersebut pada tiap bulannya rata-rata tidak melebihi dari 200 mm.
Suhu di pulau Madura pada umumnya tinggi. Pada musim barat suhu
rata-rata 28°C, sedangkan pada musim timur mencapai 35o
Kehidupan sosial-ekonomi pada zaman
dahulu kala ialah dalam era kekuasaan raja-raja Madura sendiri, keadaan
rakyatnya makmur. Banyak sumber-sumber air yang mengalirkan airnya ke
sawah-sawah dan Iadang-Iadang. Hutan jati melintang dan Aroshbaya di
Bangkalan sampai ke Batang-Batang di Surnenep. Musim hujan Iebih lama
dari musim kemarau. Kecuali padi dan jagung ditanam juga kapas.
Pemintalan kapas tersebar di mana-mana. Sarung yang dihasilkan dan
permintalan tersebut “sarong poleng”.
Tentang kemakmuran pulau Madura pernah dilaporkan oeh Gubernur Jenderal Kompeni Maetsuyker
kepada Dewan 17 di negeri Belanda, bahwa pulau Madura adalah pulau yang
makmur. Bupati Sampang waktu itu melaporkan bahwa di daerahnya ada
hutan yang lebat. Cerita “Bangsacara dan Ragapadmi” yang
ditulis oleh seorang pujangga Madura mengemukakan tentang adanya kijang
dan rusa yang berkeharan di Pulau Kambing, adanya hutan yang
kehijau-hijauan dikelilingi oleh laut yang airnya bercorak biru seperti
beludru.
Cultuurstelsel ciptaan Van den Bosch
dihapus karena Belanda ingin menerapkan liberalisme. Tetapi untuk
memperoleh tenaga buruh yang murah maka diterapkan politik kemiskinan
dan kebodohan. Rakyat diizinkan menebang pohon jati sebanyak-banyaknya.
Dalam tempo yang singkat, hutan jati yang melintang dari Bangkalan
sampai Sumenep habis ditebang. Akibatnya tiap tahun air hujan membawa
erosi bermilyun-milyun M3 ke laut dan sawah menjadi rusak tidak dapat
ditanami. Rakyat yang tadinya hidup makmur tidak kurang sandang pangan,
menjadi miskin. Sampang setiap tahunnya mengalami banjir, pada musim
paceklik rakyatnya menderita kelaparan.
Dengan politik kemiskinan dan kebodohan
ini hanya Belandalah yang beruntung, ialah mendapat tenaga murah untuk
dipekerjakan di perkebunan-penkebunannya di daerah Jawa Timur.
Madura Menurut Catatan Sejarah
Sebelum abad ke-18. Madura terdiri dari
kerajaan-kerajaan yang saling bersaingan, akan tetapi sering pula
bersatu kembali dengan melaksanakan politik perkawinan. Di antaranya
kerajaan-kerajaan tersebut ialah: Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan,
dan Sumenep.
Di samping itu kerajaan-kerajaan di
Madura berada di bawah supremasi dan kerajaan yang lebih besar yang
kekuasaannya benpusat di Jawa. Antara tahun 1100-1700, kerajaan-kerajaan
itu berada di bawah supremasi kerajaan- kerajaan Hindu di Jawa Timur,
kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Demak dan Surabaya, dan kerajaan
Mataram di Jawa Tengah.
Pada pertengahan abad ke-18, Madura berada di bawah pengaruh VOC / Kompeni
Belanda. Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1879, Madura dengan berangsur-angsur menjadi bagian negara Kolonial Belanda sampai dengan masa pendudukan Bala Tentara Jepang.
Belanda. Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1879, Madura dengan berangsur-angsur menjadi bagian negara Kolonial Belanda sampai dengan masa pendudukan Bala Tentara Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pulau Madura berstatus sebagai
Karesidenan dalam Provinsi Jawa Timur. Pada akhir tahun 1947, Madura
diduduki kembali oleh Pemerintah penjajah Belanda. Untuk memperkuat
cengkeramannya atas Pulau Madura, seperti halnya terhadap daerah lain
nya di Indonesia yang didudukinya, pada tahun 1948 Pemerintah Penjajah
Belanda membentuk Negara Madura. Status sebagai negara tersebut
berlangsung sampai kurun waktu pengakuan kedaulatan Republik Indonesia
Serikat pada tahun 1949-1950, oleh Belanda.
Dalam Negara republik Indonesia Serikat (RIS), Madura merupakan salah satu Negara Bagian bersama-sama dengan Negara-negara Bagian Iainnya, seperti Republik Indonesia Yogyakarta, Indonesia Timur, Pasundan, Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Barat. Status Madura di dalam wadah RIS hanya berusia pendek, karena pada tahun 1950 itu juga rakyat Madura telah membubarkan Parlemen dan Negara Madura, dan kemhali bergahung dengan Republik Indonesia kesatuan di Yogyakarta.
Dalam Negara republik Indonesia Serikat (RIS), Madura merupakan salah satu Negara Bagian bersama-sama dengan Negara-negara Bagian Iainnya, seperti Republik Indonesia Yogyakarta, Indonesia Timur, Pasundan, Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Barat. Status Madura di dalam wadah RIS hanya berusia pendek, karena pada tahun 1950 itu juga rakyat Madura telah membubarkan Parlemen dan Negara Madura, dan kemhali bergahung dengan Republik Indonesia kesatuan di Yogyakarta.
Semangat Berjuang Melawan Penindasan dan Penjajahan
Sejak zarnan dahulu kala, orang-orang
Madura memiliki semangat untuk melawan segala bentuk penindasan dan
penjajahan baik yang dilakukan oleh kekuasaan dan kekuatan dan dalam
Madura sendiri maupun oleh kekuasaan dan kekuatan dan luar. Hal
itu dapat kita ketahui baik dan legenda-legenda yang berkembang di
kalangan rakyat Madura maupun buku-buku/ tulisan-tulisan dan
laporan-laporan penguasa yang pernah memerintah pulau Madura.
Menurut ceritera zaman kuno (± abad
pertama Masehi), yang ditulis diatas daun lontar, pada suatu saat
kerajaan Mendangkemulan kedatangan musuh dari negeri Cina. Di dalam
peperangan tersebut Mendangkemulan berkali-kali menderita kekalahan,
sehingga rakyatnya hampir musnah terbunuh. Pada suatu malam rajanya
bermimpi kedatangan seseorang yang sangat tua dan berkata bahwa di pulau
Madu-oro (Madura) bertempat tinggal anak muda bernama Raden Sagoro
(sagoro-laut). Raja dianjurkan minta bantuan kepada Raden Sagoro jika di
dalam peperangan ingin menang. Raden Sagoro berangkat dengan membawa
senjata Si Nenggolo dan berperanglah untuk mengusir tentara Cina.
Tentara musuh banyak yang tewas dan kerajaan Mendangkemulan menang dalam
peperangan.
Ceritera lain tentang kepahlawanan
orang-orang Madura, ialah terjadi di sekitar berdirinya kerajaan
Majapahit dalam ahad ke-13, orang Maduralah yang membuka hutan Tarik dan
mendapat buah maja yang pahit, sehingga daerah baru tersebut disebut
Majapahit.
Tokoh-tokoh Madura diantaranya ialah:
Wiraraja, Lembu Sora, Ranggalawe, yang membantu Raden Wijaya sehingga
mencapai puncak keberhasilannya dalam mendirikan kerajaan. Sewaktu Raden
Wijaya dikejar oleh tentara Jayakatwang dan kerajaan Singosari mulai
runtuh, ia mengungsi ke Sumenep minta perlindungan dan bantuan kepada
Raden Wiraraja dan sang Adipati Madura inilah yang menyusun rencana agar
Raden Wijaya pewaris tahta kerajaan Singosari dapat kembali berkuasa.
Memang Wiraraja atau yang disebut Banyak Wide adalah aktor intelektualis
memenangkan perang terhadap tentara Tartar yang dikirim oleh Kubelai
Khan untuk menaklukkari kerajaan Jawa. Tentara Tartar mengalahkan
kerajaan Jayakatwang Kediri, tetapi tentara Tartar ini pula dihancurkan
oleh Raden Wijaya dengan bantuan orang-orang Madura yang bersemangat
tinggi berperang untuk mengusir musuh.
Peristiwa lain ialah terjadi di sekitar
abad ke-15, ketika Dempo Awang (Sam Poo Tualang) seorang Panglirna
Perang dari negeri Cina menunjukkan kekuatannya kepada raja-raja di Jawa
dan Madura, agar mereka tunduk kepadanya. Di dalam peperangan itu,
Jokotole dan Madura melawan Dempo Awang yang menaiki kapal layar yang
dapat berlayar di laut, di atas gunung di antara bumi dan langit.
Demikian menurut ceritera legenda.
Dalam peperangan itu Jokotole
mengendarai Kuda Terbang. Pada suatu saat setelah Ia mendengar suara dan
pamannya (Adirasa), yang berkata “pukul”, maka Jokotole menahan kekang
kudanya dengan keras dan ia menoleh sambil memukulkan cemeti (cambuknya)
yang mengenai musuhnya sehingga hancur luluh jatuh berantakan.
Menurut kepercayaan orang Jawa Tengah,
khususnya Semarang, kapal Dempo Awang tenggelam di perairan Semarang.
Dan diceriterakan pula bahwa Sam Poo Tualang tersebut ialah seorang
Laksamana Cina yang bernama Cheng Hoo.
Sewaktu Sultan Agung memimpin Mataram,
ia menjalankan politik pemenintaln untuk mempersatukan Jawa dan Madura,
bahkan ingin mempersatukan seluruh kepulauan Nusantara, agar Kompeni
sukar melebarkan sayapnya. karena itu Sultan Agung kadang-kadang
menjalank2tn politik kekerasan. Dalam tahun 1614 Surabaya ditaklukkan,
demikian pula Pasuruan dan Tuban. Akhirnya dalam tahun 1624, Madura
mendapat giliran. Pendekatan yang kurang bijaksana rnenimbulkan
peperangan yang dahsyat. Tentara Madura yang berjumlah 2000 orang
melawan pasukan Mataram yang berjumlah 50.000 orang.
Perjuangan rakyat Madura menunjukkan
keberanian yang luar biasa. Baik pria maupun wanitanya maju ke garis
depan. Sebanyak 6000 orang tentara Mataram dapat ditewaskan, tetapi
Sultan Agung tidak putus asa, yang gugur segera diganti. Akhirnya Madura
dapat ditaklukkan. Satu-satunYa keturunan raja Madura yang masih hidup
ialah Raden Praseno yang masih belum dewasa. Ia dibawa ke Mataram oleb
Sultan Agung dan setelah dewasa dikawinkan dengan salah seorang putri
adik Raja Mataram. Dalam zaman Sultan Agung, Mataram ditakuti oleh
Kompeni Belanda, tetapi setelah Amangkurat I berkuasa, Kompeni
menjalankan poliitik pecah belah dan Amangkurat I tidak mempunyai
kewibawaan.
Pangeran Alit (adiknya sendiri)
dicurigai dan diperintahkan untuk ditangkap dan dibunuh. Raden Maluyo
ayah dari Trunojoyo juga menjadi korban. Akhirnya juga Cakraningrat I
(Raden Praseno), penasehat umum kerajaan menjadi korban pembersihan.
Orang yang ditunggu-tunggu untuk
memimpin perlawanan akhirnya muncul, ialah Raden Trunjoyo. Trunojoyo
maju ke depan hanya karena terdorong untuk membasmi ketidakadilan,
kemungkaran dan anti penjajahan. Bukan kekuasaan dan kedudukan yang
menjadi tujuan hidup Trunojoyo, dan ini terbukti waktu mahkota kerajaan
Majapahit ada di tangan kekuasaannya. Mahkota ini secara turun-temurun
jatuh ke tangan raja-raja yang menguasai Jawa. Trunojoyo tidak pernah
menempatkan mahkota Majapahit di atas Kepalanya, pun juga tidak pernah
menamakan dirinya sebagai Susuhunan. Mahkota yang ada padanya akan
dikembalikan kepada Susuhunan, asal saja Susuhunan mau ke Kediri dengan
tidak berteman Belanda. Artinya: Amangkurat II diminta untuk memutuskan
hubungannya dengan Belanda.
Dalam abad ke-18 Kompeni Belanda
mengadakan pembatasan-pembatasan serta penindasan-penindasan yang makin
merajalela terhadap kekuasaan raja-raja dan rakyat Madura, sehingga di
Madura Barat telah terjadi suatu perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran
Cakraningrat IV. Tetapi perlawanan tersebut dapat dlpatahkan karena
Kompeni mendatangkan bala bantuan dari Batavia. Cakraningrat IV terus
menyingkir ke Banjarmasin, tetapi akhirnya tertangkap pula di sana.
Cakraningrat IV terus dikirim ke Kaap de Goede Hoop, dan ia meninggal
dunia dalam tahun 1759. Orang Madura memberinya nama Pangerang Sidingkap, karena Cakraningrat IV meninggal dunia di pengasingannya, ialah di Kaap de Goeede I loop.
Dalam masa pemerintahan Jepang, sejak
tanggal 18 Maret 1942, kekejaman tentara Jepang yang menginjak-iniak
nilai dan martahat rakyat Madura, serta angkaramurkaannYa telah
menimbulkan penderitaan yang membebani rakyat, sehingga pada tahun 1943
telah berkobar suatu pemberontakan di desa Prajan, Sampang, dipimpin
pesantren setempat. Kemudian ia serta pemimpin-pemin pesantren lainnya
ditangkap dan ditembak mati. Akhirnya atas campur tangan Panglima
Tentara Jepang (Seiko Sikikan) di Jakarta, mereka yang masih ditahan
dihebaskan kembali dan pembantaian lebih lanjut dapat dihentikan.
Pulau Madura dan Penduduknya Ditinjau dari Segi Kepentingan Militer dan Pemerintahan
Mengacu kepada pengalaman kerajaan
Majapahit, sampai dengan abad ke-16, baik pemerintah jajahan Belanda
maupun pemerintah jajahan Jepang, berpendapat bahwa penguasaan pulau
Madura adalah sangat penting artinya, baik dalam rangka pengawasan dan
pengamanan route pelayaran di sekitar perairan tersebut, maupun untuk
melindungi dan mengamankan fasilitas serta instalasi kemiliteran yang
dibangun di sekitar perairan pulau Madura.
Di samping itu letak pulau Madura yang
hanya terpisah dan Jawa oleh selat Madura, merupakan tempat yang ideal
untuk digunakan sebagal konsolidasi pasukan yang kelelahan dari daerah
pertempuran di Jawa.
Kemanfaatan pulau Madura bagi
kepentingan militer lebih menonjol lagi setelah pemenintah Jajahan, baik
Belanda maupun Jepang menggunakan Surabaya sebagai pangkalan Kapal
Perang (Marine Vlootbasis).
Schingga untuk melindungi pangkaian
tersebut Belanda memperkuat kcmampuan pertahanan pulau Madura dengan
menempatkan 3 Batalyon Infanteri, yang diperkuat dengan unsur-unsur
bantuan tempur Iainnya. yang terdirl atas Artileri Pantai, Artileri
Serangan Udara, Kesatuan Zeni dan Kesatuan Tank. Sedangkan pemrintah
Jepang selain kekuatan militernya sendiri juga telah mcnempatkan 5 Batalyon/Daidan
Tentara Peta (Pembela Tanah Air). Di samping itu, Batoporron di
perbukitan Kamal dijadikan tempat penyimpanan peralatan penting Angkatan
Laut mereka dan tempat pembuatan mesiu dan torpedo.
Dari segi kependudukan, menurut catatan
statistik Hindia Belanda tahun 1930, suku bangsa Madura termasuk urutan
ketiga dalam jumlahnya dengan perbandingan sebagai benikut:
Jawa 47,03 persen, Sunda 14,53 persen,
Madura 728 persen, Minangkabau 3,36 persen, Bugis 2,59 persen, Batak
2,02 persen, Bali 1,88 persen, Betawi 1,66 persen, Melayu 1,6 persen,
Banjar 1,52 persen, Aceh 1,41 persen, Palembang 1,30 persen, Makasar
1,09 persen, Toraja 0,94 persen dan lain-lain 9,54 persen. Oleh karena
jumlah penduduk suku Madura termasuk ranking (urutan) ketiga banyaknya
dan dari segi antropologi budaya, suku Madura mempunyai ciri-cirinya
tersendiri, maka kaum penjajah memperhitungkan dalam politik devide et
imperanya. Misalnya, Madura dijadikan Negara Bagian. Akan tetapi rakyat
Madura tidak mau dlpecah-belah, karena itu negara Madura sebagai negara
Boneka Belanda segera dapat dlbubarkan.
Di sini tercermin jati diri orang Madura
tidak mau dipecah-belah dan tidak herambisi merebut kekuasaan. Cermin
semacam itu telah terdapat pula dalam diri pribadi Trunojoyo, ia tidak
berambisi ingin berkuasa menjadi Susuhunan, ia hanya ingin Mataram
jangan sampai mau diadu-domba oleh Belanda.
Sumber: http://lontarmadura.com/
0 komentar:
Posting Komentar